Terlepas dari ada atau tidaknya risiko stagflasi di Indonesia, berikut ini beberapa hal yang perlu dipersiapkan bila ancaman stagflasi terjadi di level global sehingga berimbas ke Indonesia, atau benar benar terjadi.
1. Cash is king!
Prioritas pertama adalah memiliki dana tunai yang cukup untuk memenuhi kebutuhan primer. Ini penting karena dalam fase stagflasi, pendapatan dari gaji maupun keuntungan dari usaha, khususnya UMKM akan susah untuk berkembang, sementara biaya kebutuhan hidup meningkat.
Membuat skala prioritas pengeluaran amat penting dilakukan agar tidak ‘kehabisan bensin’ di tengah perjalanan. Menjual aset yang kurang likuid amat disarankan, seperti properti sebelum harganya benar-benar hancur, atau bahkan tak ada pembeli sama sekali.
2. Berinvestasi pada aset jangka pendek.
Meskipun kondisi sulit investasi diperlukan untuk tetap mempertahankan nilai uang yang termakan oleh inflasi. Tetapi disarankan untuk membenamkan dana pada produk investasi jangka pendek dan likuid, seperti deposito yang bunganya akan tinggi akibat tight monetary policy, reksadana pasar uang, hingga surat perbendaharaan negara.
3. Mengambil kontrak kredit syariah
Apabila terpaksa meminjam, baik itu kredit konsumsi maupun kepemilikan rumah usahakan meneken kontrak syariah yang tidak mengenal bunga mengambang. Kalaupun toh harus skema konvensional, usahakan mengunci kontrak pinjaman dengan bunga tetap untuk periode yang agak panjang, di atas lima tahun sembari berharap badai stagflasi berlalu.
4. Tutup pinjaman suku bunga mengambang
Ini penting dilakukan karena inflasi yang tinggi akan membuat Bank Indonesia menerapkan kebijakan suku bunga tinggi untuk memerangi inflasi. Pihak terdampak paling besar adalah masyarakat yang memiliki utang dengan skema bunga mengambang atau floating rate. Segera tutup atau ubah skema pinjaman menjadi suku bunga tetap agar tidur anda lebih nyenyak.
5. Khusus bagi yang punya dana
Krisis selalu melahirkan orang-orang kaya. Maka, di saat stagflasi lah masa diskon besar-besaran belanja bagi orang-orang yang punya banyak sisa dana. Banyak perusahaan akan dijual murah, demikian pula akan banyak emiten yang harga sahamnya jauh di bawah nilai wajar.
6. Career break
Masa-masa ini mungkin paling tepat bila ingin berhenti sejenak dari karir untuk meneruskan studi, tentu bila tabungan sudah cukup. Mengapa, karena pada masa ini biasanya peluang karir berkembang minim, disebabkan perusahaan sulit mengatur bugdet pengeluaran, sehingga peluang kenaikan gaji atau pangkat akan lebih sedikit